Problematika Keadilan


Problematika kehidupan seolah tak ada habisnya, layaknya malam yang berganti menjadi siang, kemudian menjadi malam kembali, dan seterusnya. Seperti itu juga problematika yang seringkali menghampiri negeri ini. Kasus kejahatan seolah tak pernah berhenti menghiasi layar pemberitaan.

Salah satu problematika yang kini tengah memanas adalah persoalan kasus si bapak anu. karena situasinya sudah memanas, jadi ya.. saya tidak akan memanas – manasi lagi. Saya hanya mencoba melihat dari sudut pandang yang berbeda, dan mungkin tidak semua akan setuju dengan cara pandang saya.

Saat mendengar berita mengenai si bapak anu di vonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara, sejujurnya saya merasa biasa saja. Merasa sedkit lega, namun ya.. biasa saja.

Dari layar tv kita bisa melihat, yang pro dengan si bapak menangis tersedu-sedu, bahkan sampai ada yang pingsan, dan yang kontra dengan si bapak bersenang hati dan menyabutnya dengan bersujud syukur.

Setelah kejadian tersebut, di media sosial banyak sekali bertebarang berbagai ungkapan, baik ungkapan suka cita maupun ungkapan kekecewaan. Bagi para pendukung, mereka mengatakan bahwa hukum di indonesia sudah mati, dan vonis terlalu dipaksakan. Bagi para penuntut, mereka merasa puas karena keadalian sudah ditegakkan.

Hal ini mengingatkan saya kepada sidang kopi sianida yang hits di tahun 2016. Pada akhir keputusan, dimana terdakwa dihukum 20 tahun penjara, disana pengacara terdakwa mengatakan “saya merasa kecewa, karena keadilan di Indonesia sudah mati”. Sementara untuk pihak keluarga korban sendiri, mereka merasa puas bahkan kalau bisa dihukum yang seberat-beratnya (mungkin maksudnya seumur hidup atau dihukum mati).

Mungkin di kasus persidangan lainnya pun seperti itu. Apabila ada pihak yang merasa bahwa dia tidak mendapat yang diharapkan, maka dia mengatakan bahwa ini tidak adil.

Dari kasus tersebut, kita bisa memahami bahwa setiap orang memiliki nilai keadilan menurut dirinya masing-masing. Kendati pun orang tersebut mengakui bahwa negara ini megara hukum, dan menyerahkannya kepada badan hukum agar di adili se adil-adilnya. Tapi pada akhirnya, mereka sebenarnya masih menginginkan keadilan yang mereka inginkan. Keadilan menurut mereka sendiri.

Lalu bagaimana kita menyikapinya? Ya.. biarkan saja. Mungkin tidak semua setuju dengan pendapat saya. Tapi dengan berjalannya waktu permasalahan itu akan terurai dengan sendirinya. Toh permasalahan itu tidak akan selesai kan hanya dengan kita mengomentarinya kan.


Kadang mungkin kita merasa geregetan bahkan sakit hati. Tapi mungkin memang sudah sunnatullah nya begitu Tidak perlu mengambil pusing omongan pembenci, karena omongan apapun yang keluar dari mulut pembenci tidak akan pernah terdengar enak. Cukup perhatikan apa yang terjadi, ambil hikmahnya, dan doakan saja.

0 Comentarios