Bismillah,
Halo
sahabat pembaca yang budiman, selamat datang di blog saya yang sederhana ini.
Semoga kalian selalu diberi kesehatan dan kelancaran didalam segala urusan yaa.
Aamiin
Kali
ini saya akan bercerita mengenai perjalanan menuju gunung Pangrango pada
tanggal 16-17 Juli kemarin bersama bapak saya dan juga sahabat saya munit.
Awalnya
perjalanan kali ini saya berencana untuk ke Gunung Gede via putri. Konon, perjalanan kali ini juga akan menjadi penutup
sementara karena mungkin tidak akan menggunung dalam beberapa bulan ke depan,
sebab jadwal perkuliahan dan akreditasi di tempat bekerja cukup padat. Yah, ngebayanginnya
si pendakian kali ini cuma mau summit tipis-tipis yang ga terlalu berat, bisa
sholat, baca buku dan bengong aja gitu sambil mikirn kelanjutan hidup di
alun-alun surya kencana.
Tapi
qadarullah karena satu dan lain hal akhirnya h-2 kami mengubah destinasi
menjadi Gunung Pangrango via Cibodas. Dan lucunya lagi saya belum pernah searching
mengenai perjalanan ke Gunung Pangrango. Baru liat pas mau berangkat, dan dalam
hati cuma bergumam; wah ternyata berat ya, kira-kira sanggup gak ya. mana udah
nyiapin mental buat yang santai-santai aja lagi. Sampe berkali-kali minta doa
ke emak supaya dikuatin wkwk. Tapi emang semanjur itu doa emak tuh
Akhirnya
jum’at malam sekitar pukul 22.00 WIB berangkatlah kami menuju basecamp yang
telah disepakati dicibodas yakni basecamp Edelwiss. Oiya seperti biasa saya
menggunakan open trip yang sudah malang melintang di dunia pegunungan yaitu
tigadewaadventure (bisa dicari di instagram).
Teman
satu trip kami yang lain berangkat dari cawang uki, sedangkan kami langsung
dari cibubur menuju basecamp di Cibodas yang hanya membutuhkan waktu tak lebih
dari 2 jam. Sesampainya di basecamp kami beristirahat dan yak qadarullah hujan
mengguyur sampai jam 9 pagi. Cuaca dingin, disertai hujan yang awet sejak
semalam cukup membuat saya cukup mager tapi tidak mungkin pulang lagi yhaa kan.
Akhirnya
jam 9 pagi kami memutuskan untuk berangkat dari basecamp menuju pos pendakian.
Sesampainya di gerbang ikonik jangan lupa foto dulu bestie.
Diperjalanan
kali ini selain bersama bapak dan munit, kami bersama Ka Yuni, Ka Erlin dan 5
orang bapak-bapak TNI (tapi bukan temen bapak saya), ditemani Kang Aldi, Kang
Reza dan Mamang Porter.
Sesampainya
di pos simaksi, seperti biasa sebelum memulai pendakian jangan lupa berdoa.
Tidak ada larangan khusus untuk pendakian kali ini, cukup jaga sopan santun
saja yah sahabat. Oiya dipendakian kali ini aku sedang haid hari ke-empat, agak
sedikit khawatir cuma dibanyakin dzikir aja alhamdulillah aman.
Dari
Jabir Radhiyallahu anhu mengatakan: "Apabila kami melewati jalanan naik,
kami membaca takbir: Allahu
akbar dan apabila kami melewati turunan, kami membaca tasbih: Subhanallah. (HR
Al-Bukhari Nomor 2993; Fathul Bari VI/135)
(Oiya jika kalian mau bacaan
dzikir yang lainnya, bisa didownload di apk Apa Doanya, yang bisa diakses secara offline meski
digunung gak ada sinyal)
Cuaca
yang hujan-berhenti-hujan-berhenti membuat kami lepas-pasang jas hujan
berkali-kali. Melewati berbagai macam nama pos/shelter yang cukup ikonik tapi
agak bikin bingung. Dari mulai pos simaksi – Telaga biru - Jembatan Gayonggong - Pos Panyancangan (Curug
Cibereum) – Rawa Denok 1 – Rawa Denok 2 – Batu Kukus 1 – Batu Kukus 2 – Cipanas
– Kandang batu – Air terjun Panca Weuluh
– Kandang Badak.
|
Telaga Biru |
Sumber
: highlandcamp(dot)co.(dot)id
Normalnya
perjalanan dari pos simaksi – Kandang Badak adalah 6 jam (banyak yang lebih
cepat terutama para pendaki yang tektok) tapi karena saya adalah pendaki siput
jadi saya membutuhkan waktu sekitar 7 jam.
Kontur
bebatuan sepanjang trek dari pintu gerbang sampai pos Kandang Badak disebut
enak oleh banyak orang, tapi tidak bagi saya (bintang 1 sangat tidak ramah).
Terlebih karena saya tidak milih-milih pijakan saat berjalan jadi kaki hampir
terkilir.
Suasana
jalur hampir sama, jalur batu, vegetasi rapat tertutup oleh rerimbunan pohon,
disertai suara gemericik air dari sungai dan air terjun selalu menemani sepanjang
trek pendakian, Pendakian kali ini bisa dibilang adem ayem tentrem. Ditambah cuaca
yang hujan-berhenti-hujan berhenti membuat suasana pendakian semakin syahdu.
Di
jalur ini kita juga bisa menemukan beberapa pedangan dan toilet yang ada di
beberapa shelter, jujur toilet ini sih yang paling amazing menurut saya.
Hahahah. Cukup wajar kalau di jalur pendakian via cibodas terdapat beberapa
toilet, karena memang sumber air disini sangat melimpah. Kita juga bisa melihat
2 air terjun ikonik khas jalur cibodas. Hwaa jadi kangen lagi.
|
Sumber : glampingcibodas(dot)com |
|
Air terjun Panca Weuluh |
Kami
sampai di Pos Kandang Badak sekitar pukul 16.00 WIB, bersih-bersih, ganti baju,
dan langsung meluncur ke toilet. Setelah dari toilet tidak lupa untuk jajan
gorengan, pop mi dan air mineral. Sesaat sedang menunggu, tiba-tiba dari
kejauhan saya melihat sesosok yang sepertinya saya kenal. Hiyaaak Vinii!! Kami
berteriak heboh >,< haha jadi malu kalo diinget.
Sebelumnya
kami memang sudah janjian, dia tektok lintas jalur dari Putri ke Cibodas,
sedangkan saya ngecamp di Kandang Badak. Saya hanya bilang, nanti aku ngecamp
di Kandang Badak yaa. Dan qadarullah ketemu ! padahal gak ada gadget, sinyal
ataupun kabar sama sekali. Setelah itu aku jadi makin yakin kalo jodoh pasti
bertamu , hiyaa! –lah lah lah- kok pembahasannya jadi kesini wkwkw.
Setelah
itu saatnya kami beristirahat, entah mengapa setiap camp digunung saya cukup sulit
untuk tidur meskipun sudah sangat lelah. Beberapa kali mendapati suara babi
hutan mendekat membuat saya semakin tidak bisa tidur. Ditambah cuaca yang
semakin dingin membuat saya ingin cepat menuju pagi, saat akhirnya ketiduran
pun mimpinya pulang dari gunung malah covid wkwk (Qadarullah benar kejadian
tapi bukan pas banget turun gunung) hahha ada-ada aja emang.
Akhirnya
pagi pun tiba, kami tidak terburu-buru untuk summit kali ini karena tidak ada
view yang dikejar. Sekitar pukul 7.00 WIB kami berangkat untuk summit. Kyaaa
Semangaaat!!! Waktu yang dibutuhkan untuk menuju Puncak Pangrango sekitar 3 jam
perjalanan. Bismillah~
Cita-cita
jadi brand Ambassador Eiger
Jalur
dari Kandang Badak menuju Puncak Pangrango di 30 menit pertama masih landai,
meski banyak halang rintang seperti pohon tumbang. Setelah itu jalur cukup
bervariasi, dari mulai akar pohon, jalur air, sampai terowongan pun ada. Jujur
menurut saya (eh bukan cuma menurut saya aja) memang jalur ini cukup rumit.
|
Masih landai di 30 menit pertama |
|
Sudah mulai mikir cara naiknya gimana |
Tapi
ya.. begitulah, namanya juga naik gunung. Setiap gunung itu punya keunikannya
masing-masing yang ga bisa kita remehkan. Yang penting tetap berdoa semoga
selamat sampai pulang ke rumah.
Kira-kira
belum ada ½ jalan, Eh tiba-tiba munit
bilang dia mual, dan gak lama dia ngeluh kayak mau pingsan. Kita semua panik
dong. Akhirnya duduk diam cukup lama sambil nyemil dan memutuskan apakah akan
lanjut ke atas atau turun ke bawah. Karena perjalanan masih sangat jauh, dan kalau memaksakan akan sulit juga
kalau tiba-tiba dijalan terjadi sesuatu dan makin jauh kebawah.
Saya berusaha membujuk munit supaya turun dan tidak memaksakan diri, tapi munit
sepertinya masih ingin bertahan dan melanjutkan. Jujur didalam kondisi seperti
ini udah ga kepikiran lagi mau ke puncak, yang penting adalah gimana caranya
supaya kita bisa sama-sama sehat dan selamat. Tapi ya sekali lagi munit meyakinkan
dirinya agar dia tetap melanjutkan
perjalanan summit ini. Bismillah~ intinya kalau merasa capek, lelah dan nggak
kuat jangan sungkan untuk bilang ke teman seperjalanan, karena tujuan kita bukan
puncak melainkan pulang dengan selamat.
Satu
demi satu halang rintang terlewati, sampai saya cukup tidak sabar dan selalu
bertanya, Mang masih lama? Mang berapa menit lagi? Sampai akhirnya di satu
tanjakan terakhir yang cukup sulit dan Alhamdulillah setelah itu jalur mendatar
dan kyaa bertemu dengan Tugu Puncak Pangrango. Alhamdulillaah!!!
Dari
sini kita bisa melihat pemandangan gunung gede yang indah, maa syaa Allah.
Setelah
puas berfoto kami menuju lembah Mandalawangi. Mandalawangi ini seperti
alun-alun surya kencana hanya saja lebih kecil, terdapat banyak hamparan bunga
edelweis yang bisa kita nikmati namun tentu saja tidak boleh di petik. Ada pula
mata air yang begitu segar. Maa Syaa Allah,
Setelah
puas berfoto kami pun turun sekitar pukul 11.30 WIB, perjalanan dari puncak
menuju kandang badak (ataupun sebaliknya) memiliki beberapa percabangan jalur
yang jaraknya cukup jauh. Sehingga cukup membingungkan ketika harus memilih
jalan, namun sama saja sebenarnya. Kita bisa melihat tanda-tanda dari plastik
bendera yang diikat di setiap ada percabangan jalur. Tapi kalau sendirian ya
agak takut juga ya, hehe karena jalur menuju puncak pangrango tidak seramai
seperti jalur menuju puncak gede.
Kami
(sempat selisipan jalan dengan mba Erlin karena salah memilih jalur, sedangkan
mba Erlin menunggu di jalur yang sama seperti kami naik tadi. Untung ada
pendaki yang memberi tahu kami kalau teman kami sedang menunggu di atas. Akhirnya
aku, munit, dan mba yuni menunggu di jalur, dan Mang Porter menjemput mba erlin
dengan balik lagi ke atas. Setelah bertemu dengan mba Erlin akhirnya kami
bersama menuju Camp di Kandang Badak dan turun kembali ke basecamp sekitar jam
14.30
Perasaan
saya, kami sudah berjalan secepat mungkin dengan menyedikitkan istirahat
(meskipun ternyata tetap lambat haha), dan perkiraan akan sampai ketika maghrib.
Namun qadarullah ketika maghrib kami baru sampai di Telaga Biru. Walaupun sudah
akan sampai, tapi jarak tempuh masih 2,8 Km lagi menuju gerbang. Jalur semakin
gelap, meski dengan bantuan head lamp, jalan harus terus menunduk untuk melihat
jalanan batu yang dipijak, saya beberapa kali terpeleset dan salah pijakan.
Akhirnya
saya pun melambatkan langkah kaki agar lebih berhati-hati saat berjalan, dan
saya pun tertinggal cukup jauh oleh munit sampai ia tak terlihat lagi. Alhamdulillah
ada mamang porter yang selalu ada disamping saya. Kami berjalan paling
belakang. Berkali-kali meminta maaf karena saya berjalan lambat, tapi ya mamang
porter selalu menenangkan dan berkata gapapa yang penting selamat. Jangan tanyak bapak saya dimana, karena
seperti biasa dia sudah turun duluan haha
Di
perjalanan kali ini saya baru pertama kali melihat kunang-kunang. saya pikir
itu adalah cahaya headlamp orang lain atau mata binantang, ternyata itu adalah
kunang-kunang. Maa syaa Allah sangat indah.
Akhirnya
perlahan kami menyusul munit, dan bersama rombongan lainnya. Saat itu ritme
perjalanan tidak terlalu cepat, dan tidak ada yang saling mendahului. Karena mungkin
semua juga sudah lelah. Jadi kami berjalan beriringan bersama-sama dengan
rombongan lain. Alhamdulillah sekitar pukul 18:45 kami sampai di pos simaksi
dan harus menerima kenyataan bahwa masih harus jalan lagi menuju basecamp.
Alhamdulillah
meskipun dalam kondisi haid, pendakian kali ini Allah berikan kemudahan,
kelancaran, kesehatan dan keselamatan untuk kami semua. Alhamdulillaahiladzi bi
ni’matihi tatimusshalihaat.
Cukup
sekian cerita perjalanan saya kali ini, jujur saya masih penasaran akan rasanya
berdiam diri di Alun-alun surya kencana. Semoga dalam waktu dekat ini bisa
segera ke Gunung Gede via Putri untuk bisa merealisasikannya. Aamiin
Untuk
rencana pendakian selanjutnya, jujur saya ingin menyelesaikan tripel S
(Sumbing, Sindoro, Slamet), Lawu, Rinjani, Kerinci, dan Raung jika mampu. Adapun
kapan waktunya saya juga tidak tahu, haha. In syaa Allah mau fokus kuliah dulu
untuk satu tahun kedepan, semoga Allah beri kemudahan untuk tetap bisa
menggunung dan menuju puncak pelaminan. Aamiin
Terima
kasih sudah meluangkan waktu untuk tulisanku yang sederhana ini, sampai bertemu
di cerita selanjutnya yaa