Tangis bayi di malam itu memecah keheningam malam. Sekitar pukul 00.30 dini hari, seorang ibu baru saja melahirkan bayinya di ruang bersalin sebuah rumah sakit angkatan darat. Ia melahirkan bayinya dalam kandungan yang baru saja berusia 8 bulan, disebabkan kontraksi karena jatuh beberapa hari sebelumnya saat mengantar anak pertamanya sekolah.
“Ibu gimana sih
kok bawa persiapan bajunya sedikit. Ini bayinya kembar.”
Ucap seorang bidan yang baru saja membantu persalinannya. Betapa kagetnya sang ibu mengetahui bahwa anak yang di kandungnya ternyata kembar. Ia selama ini tidak mengetahui jika bayi yang di kandungnya kembar.
Ketika proses
persalinan, ia mendengar ada 2 bayi yang menangis. Namun beberapa saat kemudian
salah satu dari bayi itu dinyatakan meninggal. Bayi-bayi prematur itu sangatlah
mungil. Ukurannya tak lebih besar dari botol aqua, bayi yang pertama lahir
adalah bayi yang beratnya kurang dari 1,3 Kg. Disusul bayi kedua dengan berat
1,6 Kg. Qadarullah bayi yang lebih kecil dinyatakan meninggal, dan satunya lagi
masih bertahan.
Bayi yang masih bertahan itu harus mendapatkan inkubator untuk perawatan, namun inkubator di rumah sakit itu tidak terlalu hangat. Sang ayah diiminta untuk mencari rumah sakit lain dengan inkubator yang lebih baik. Akhirnya sang ayah menggendong bayinya, bersama sopir ambulance untuk berkeliling ke rumah sakit yang ada di Jakarta untuk mencari ruang perawatan bayi. Sementara bayi yang telah meninggal dibawa oleh kakeknya untuk dikuburkan.
Sejak jam 1 dini
hari hingga jam 6 pagi, sang ayah belum juga menemukan rumah sakit yang bisa
merawat anaknya. Hingga ia kembali ke rumah sakit awal dengan keadaan pasrah,
melihat bibir bayi kecilnya telah berwarna biru karena belum mendapat asupan
apapun semenjak dilahirkan.
“Saya pasrah dok,
tidak ada ruangan yang kosong.”
“Yasudah disini
aja pak, tapi maaf disini inkubatornya kurang hangat.”
Akhirnya bayi
kecil itu diputuskan untuk dirawat dirumah sakit tersebut.
Setelah 2 pekan dirawat di rumah sakit, berat badan bayi itu tidak terlalu bertambah secara signifikan. Mungkin harapannya sedikit. Akhirnya sang ayah mengambil keputusan untuk membawa pulang bayinya.
“Saya bawa pulang
saja dok anak saya. Mau nantinya hidup atau mati saya sudah pasrah.”
Sepulangnya bayi
itu ke rumah, ayah dan ibunya mengurusnya dengan telaten. Suasana kamar dibuat
sehangat mungkin. Kemudian ia mandi tidak menggunakan air, melainkan menggunakan minyak bimoli. Iya minyak bimoli. Setelah
dimandikan, bayi itu tidur akan tidur berjajar bersama botol berisi air hangat yang telah
dilapisi kain disisi kanan dan kirinya. Memastikan dirinya agar selalu dalam keadaan hangat.
Bayi itu masih begitu mungil, bahkan mulutnya tak lebih besar dari puting susu ibunya. Namun atas izin Allah, usaha dari ketelatenan dan kesabaran ayahnya ibunya membuahkan hasil. Berat badan bayi itu akhirnya naik cukup signifikan. Dan alhamdulillah bayi botol itu masih terus diberi kehidupan hingga tak terasa ia telah berusia 27 tahun.
Ya, kini ia
adalah gadis yang telah berusia 27 tahun.
Mungkin bukan
sebuah perjalanan yang mudah, berjalan diantara kehidupan dan kematian. Baik
bagi diri sendiri ataupun bagi kedua orang tua untuk merawatku sejak aku lahir.
Bahkan dahulu kadang berpikir, kalau boleh memilih aku ingin aku saja yang
meninggal di hari itu. Hari tepat dimana kami dilahirkan.
Tapi, kata seandainya
itu membuka pintu syaithan dan takdir terbaik ku adalah terlahir serta menjalani
kehidupan di dunia. Meski hidup di dunia yang sungguh tak mudah. Tertatih,
berjalan, tersungkur dan sering kali terseok-seok. Tapi kehidupan ini adalah
rahmat dari yang Sang Maha Bijaksana.
Satu-satunya
kalimat yang selalu ingin ku ucapkan setiap hari adalah, Jazaakumullah Khairan
Katsiran kepada Ibu dan Bapak. Cahaya dan pahlawan kehidupanku.
Terima kasih
kepada pahlawan kehidupan yang dengan tangannya merawatku sampai dengan hari
ini.
Terima kasih
kepada pahlawan kehidupan yang dengan darah, keringat, air mata dan doanya aku
masih ada sampai hari ini.
0 Comentarios