Pendakian Prau via Patak Banteng

 Bismillah

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh. Alhamdulillah bertemu lagi dengan tulisan saya yang sederhana ini. Kali ini saya akan bercerita tentang perjalanan saya ke Gunung Prau akhir Agustus lalu dengan Agung Travel. 

Source : manusialembah(dot)com

Kalau boleh jujur, Gunung Prau adalah salah satu tempat yang paling ingin saya kunjungi sejak 2019. AlNamun, karena saya memiliki skoliosis dan mengalami cedera punggung yang cukup mengganggu akibat perjalanan sebelumnya. Saya agak sedikit hopeless bisa mendaki gunung dengan membawa keril yang cukup berat.

Singkat cerita Alhamdulillah punggung sudah mulai bisa diajak kompromi. Saya mencoba mencari barang-barang ultralight dan tas senyaman mungkin untuk digunakan

Sebenarnya tahun 2019 saya berazzam untuk tidak safar sendirian lagi tanpa mahram, ya minimal mah sama suami gitu ya. Karena Rasulullah melarang seorang wanita safar tanpa mahram. Tapi ya qadarullah jodohnya juga belum ketemu jadi perjalanan ini saya ditemani bapake. Hehehe

Untuk perjalanan kali ini saya bersama bapak saya, dan munit bersama adiknya. Sebenernya ada perasaan khawatir ngajak bapak naik gunung di usianya yang sudah lebih dr 58 tahun. Apalagi beberapa bulan terakhir sempat sakit persendian, tapi bapak selalu jawab ya kalo ga kuat tinggal turun lagi atau kuatan juga bapak daripada mega. Haha iya juga sih.

Akhirnya sampailah pada hari keberangkatan. Disini aku gak ambil cuti karena masih ada larangan cuti, jadi sebelum berangkat bertempur dulu dengan banyak pasien dan sampel. Hiyaa. Packing ulang bolak balik dengan timbangan supaya bobot tas gak lebih dari 5kg. Dan waktunya berangkaat. 

Meeting point kali ini di depan RS UKI Cawang jam 9 malam, karena ada keterlambatan jadi kami baru bisa berangkat sekitar jam 11 malam. Sebelum berangkat sebenarnya ada sedikit drama. Karena bapake ga biasa naik travel, dan agak kaget dengan peserta yang cukup banyak bapak tiba-tiba bilang gak jadi ikut deh. Bapak pulang aja.

Aku yang kaget karena udah naro tas cuma melongo, “hah yang bener pak?”

“Iya beneran bapak ikut pulang lagi aja.”

“pak kan mega ga kuat bawa air, nanti yang bawa air mega siapa?” jujur aku kaya mau nangis gitu karena sedih banget wkwk takut ga bisa bawa beban lebih berat lagi.

“yaudahlah..ikut.”

Alhamdulillah akhirnya bapake jadi berangkat, dan alhamdulillah dapat posisi duduk yang beliau cukup nyaman ga terlalu nekuk terus kakinya.

Perjalanan kami dari Jakarta – Patak Banteng cukup lama, yakni membutuhkan waktu sekitar 12 jam. Mungkin bisa lebih cepat, tergantung kecepatan mobil dan siapa yang bawa mobilnya. Hahaha, sepanjang perjalanan sopir travel bawa mobil cukup santai, bahkan sekitar jam 4 pagi udah mulai berasa kalo sopirnya ngantuk sampe sempet oleng parah. Ini agak serem sih, tapi yaudahlah yang penting kami sampai dengan selamat.

Jam 11 siang kami sampai di basecamp patak banteng. Kami mulai mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa, makan siang dan rehat sejenak. Jam 13.30 kami start pendakian.

Pendakian dimulai dengan anak-anak tangga yang lumayan menguji kekuatan paha dan betis.

Dan sepanjang jalur pendakian jalurnya cukup lumayan bikin nafas megap megap. Yaa namanya juga naik gunung sih, pasti capek hehe. Tapi aku berusaha no ngeluh-ngeluh club, paling bilang hadeeh, Ya Allah, Pak berhenti dulu pak aja, hehe

Perjalanan baru dimulai.. 

Saatnya mengatakan Hadeeh

 

Sepanjang jalan naik alhamdulillah ditemani bapake yang sabar dan setia menemani anake. Tak lupa juga cek keadaan bapake takut-takut lututnya sakit. Sepanjang perjalanan gak terlalu banyak mengabadikan momen, fokus jalan aja karena capek ehehe.

Bapake terluv

Akhirnya setelah  3 jam mendaki, sampai juga di sunrise camp gunung prau yang fenomenal eta. Tapi karena sempat hujan sebentar jadi cuaca lumayan dingin dan kabut cukup tebal jadi tak ada pemandangan yang bisa dilihat. Dan disini ada tragedi munit kedinginan cukup parah. Alhamdulillah ada teman trip yang sudah berpengalaman, jadi kondisi cukup teratasi. Terima kasih banyak untuk Ka Indri dan Ayu.. Jazakunnallahu khairan. Setelah masuk ke tenda dan berganti baju, alhamdulillah keadaan mulai menghangat.

Alhamdulillah munit sudah senyum dan ketawa ketiwi lagi

Kami makan malam dan menunggu langit terang, tapi qadarullah hanya ada kabut tebal dan angin sepanjang malam. Berharap hari esok bisa disambut dengan golden sunrise akhirnya jam 9 malam kami memutuskan untuk tidur. Disini saya agak khawatir karena saya merasa sesak dan agak sulit bernafas setiap kali mencoba merebahkan badan. Tapi akhirnya tertidur dan terbangun jam 11 malam karena ada sad boy yang sedang konser di tenda sebelah.

Ada rasa ingin tertawa sebenarnya mendengar perkumpulan laki-laki yang bernyanyi lagu galau sepanjang malam. Ealah sad boy. Tapi dibanding ingin tertawa aku sebenarnya lebih merasa terganggu karena berisik dan masih merasa sesak. Mencoba tukar posisi dengan munit Alhamdulillah bisa kembali tidur pulas.

Kami terbangun di jam 4 pagi dan sudah tidak bisa tidur lagi. Tapi ternyata cuaca masih berkabut dan angin cukup kencang sampai jam 8 pagi. Ya.. qadarullah belum bisa melihat golden sunrise yang fenomenal eta.

Ekspektasi
Source : phinemo com

 

Realita

Sampai jam 9 sudah mulai ada terik matahari, tapi jarak pandang masih belum terlalu jauh dan kabut tetap menutup rapat view gunung Sindoro dan Sumbing. Setelah puas berfoto dengan view ala kadarnya kami turun sekitar jam 10 pagi. Alhamdulillah pas turun cukup dapat view yang lumayan bikin hati senang.

 

Dan saat turun ini ternyata aku salah trik karena banyak ngerem pakai jari kaki depan, akibatnya jemari ini lecet dan udah ga sanggup lagi rasanya pakai sepatu. Akhirnya menyerah  dan memilih naik ojek dari pos 1 sampai basecamp.

 


Sesampainya di basecamp, antri mandi dan beberes pulang. Siap-siap besok kerja hehe.

Kalau ditanya kecewa apa ngga karena ga ketemu golden sunrise. Alhamdulillah enggak. Tapi kalau ditanya masih penasaran sama golden sunrise apa enggak, pastinya masih banget. In syaa Allah balik lagi kalau ada umur dan rezeki.

Meskipun ini adalah camp pertama di gunung, tapi aku udah masang prinsip tujuan naik gunung itu bukan puncak atau pemandangan. Tapi pulang dengan selamat. Maklum keseringan nonton RJL 5.hehe

Lagipula meskipun gak dapet golden sunrise, tapi tetep bisa dapat golden moment. Ketemu sama orang-orang yang baik. Alhamdulillah

 



Sekitar jam 2 siang kami berangkat pulang menuju Jakarta, dan sampai rumah dengan selamat sekitar ja, 2.30 dini hari. Alhamdulillaah, pulang dengan selamat. Dan langsung kerja.

Dari perjalanan kali ini hal yang paling saya syukuri adalah diri saya sendiri. Saya tahu bahwa saya bukan orang yang kuat secara fisik, tapi saya berterima kasih kepada diri saya sendiri bisa berjalan sampai sejauh ini. Dan saya berterima kasih kepada punggung saya karena benar-benar gak ada keluhan sama sekali.

Mau sungkem sama tas ini, dengan teknologi back system fit light, bener-bener ga kerasa bawa beban yang berat.

Alhamdulillah, Terima kasih eiger, Terima kasih diri,

Nanti kita ke Rinjani yaa

0 Comentarios