Perjalanan Mencari Lumba – Lumba di Teluk Kiluan


Teluk Kiluan adalah salah satu itinerary trip wajib saya selama berada di Lampung. Mengapa demikian? Karena spot ini terkenal dengan lumba – lumbanya. Sebelum berangkat saya googling dulu mengenai apa saja yang ada di Teluk Kiluan, ternyata spot lumba – lumba ini lah yang paling terkenal. So, harapan besar saya ketika datang ke teluk ini adalah bertemu lumba – lumba.

Saya berangkat dari Bandara Radin Inten II menuju Teluk Kiluan sekitar jam 2 siang. Tentu saya tidak sendiri, saya bersama ke dua patner trip saya yaitu Mba Shinta dan Pak Hendra, serta guide handal kami Pak Yopie. Menurut Pak Yopie, jarak dari Bandar Lampung ke Teluk Kiluan sekitar 80 Km, yang dapat ditempuh dalam waktu 3 jam. Kondisi jalan 80% baik, dan sisanya.. bisa dilihat sendiri nanti. Begitulah kata beliau.

Sebelumnya kami pun diingatkan bahwa di cottage yang akan kami tempati belum di aliri listrik, disanapun tidak ada sinyal, dan warung. So, ketika kami di Bandar Lampung kami mampir sebentar di mini market daerah Hanura, untuk membeli persediaan air minum dan makanan kecil. Sebenarnya setelah di pikir – pikir, membeli makanan kecil seperti ini tidak perlu terlalu berlebihan, karena disana pun penyedia cottage sudah menyediakan makan dan minum.

Selama  di perjalanan kami sempat berhenti – berhenti sebentar seperti untuk ke minimarket, berfoto di pinggir Pantai Klara, dan sholat ashar. Sehingga waktu yang kami butuhkan menjadi lebih dari 3 jam. Selama di perjalanan kami pun menikmati pemandangan yang sangat indah. Tapi sayangnya tidak bisa setiap pemandangan indah lalu berhenti untuk berfoto. So kenangan indah tersebut hanya bisa saya simpan dalam memori kenangan yang indah saja, ciaa.

Potret keindahan Pantai Klara dari pinggir jalan

Setelah melewati jalan yang bisa dibilang cukup mulus, mulailah kami mengalami sedikit guncangan – guncangan. Mungkin inilah 20 % yang di bilang Pak Yopie tadi. Estimasi 20 % pun tidak full seluruhnya buruk, jadi ada sebagian jalan rusak, lalu bagus, lalu ada yang rusak lagi, lalu bagus lagi, dan seterusnya.

Kondisi jalan yang cukup mulus

Kondisi jalan yang becek dan berlubang

Namun menurut beliau jalan ini sudah lebih baik dibanding dulu, kini jalan menuju Teluk Kiluan sudah banyak yang diperbaiki pemerintah provinsi. Selama di perjalanan, saya pun melihat jalan yang sedang dicor beton tapi baru sebagian. Oya, jalan menuju Teluk Kiluan mungkin akan cukup sulit bagi Anda yang kurang mahir dalam menyetir mobil, dan yang penting lebih baik jangan membawa mobil jenis sedan kemari.

Karena sebagian jalan berlubang, becek serta licin, dan sebagian lagi merupakan jalan berbatu. Ketika jalan berbatu pun jalanannya mulai menanjak. Rasanya seperti menaiki gunung (walaupun entah gunung entah bukit), tapi yang jelas menurut saya lumayan susah nyetir mobil disini (terutama untuk saya yang gak bisa nyetir). 

Kondisi jalan berlubang dan berbatu

Meskipun jalan rusak dan kami terguncang – guncang, tapi kami melihat bulan yang indah sekali. Mobil pun berhenti sebentar untuk mengabadikannya. 


Salamku untuk sang rembulan

Setelah melewati jalan berbatu tadi, sampailah kami di gapura Teluk Kiluan. Kami datang diwaktu yang cukup sore (sekitar jam 5), sehingga  langit tidak terlalu cerah untuk berfoto. Tapi dari sini kami sudah bisa melihat keindahan Teluk Kiluan yang waaww.

Gapura Teluk Kiluan

Setelah masuk gapura, jalan kembali mulus dan kami pun menemukan beberapa kampung seperti kampung Bali dan kampung Sunda. Sesuai dengan namanya, disini saya dapat melihat banyak rumah khas daerah – daerah tersebut. Akhirnya sampailah saya di Dusun Bandung Jaya, ketika itu langit sudah mulai membiru pekat. Mobil kami pun parkir di salah satu lahan milik warga, dan kami melanjutkan perjalanan menuju cottage dengan perahu kecil/jukung.

Kondisi ketika itu cukup gelap, bahkan sangat gelap ketika berada di tengah lautan. Sehingga saya tidak bisa mengabadikan momen tersebut. Sebagai gantinya, saya hanya menikmati momen berada ditengah lautan yang gelap gulita. Semilir angin, aroma laut, dan gelombang yang membuat jukung kami bergoyang, membuat perjalanan saya terasa semakin menyenangkan.

Sesekali kami juga melihat jukung lain yang digunakan untuk mencari ikan, ada yang tidak menggunakan lampu (seperti jukung kami), dan ada juga yang menggunakan lampu. Dari kejauhan kami melihat sebuah tempat yang lebih terang karena terdapat lampu, dan disanalah cottage kami. Meskipun belum dialiri listrik, namun penyedia cottage menyediakan genset yang hanya digunakan saat malam. So, saya ga perlu takut akan gelap – gelapan disini. Hihi


Cottage di Anjungan Tamong Haji

Cottage yang saya tempati pun terbilang cukup luas, terdapat ruang tamu, kamar mandi di dalam, dan 2 kamar tidur ( 1 kamar berisi 1 bed, dan 1 kamar lagi berisi 2 bed). Meskipun sederhana, tapi menurut saya tempat ini cukup nyaman. Setelah merapikan barang bawaan dan membersihkan diri, kami pun disuguhkan makan malam.

Makan malam kali ini bermenu nasi hangat, kangkung, ikan lemadang bakar yang wow besarnya, sambal, kerupuk, dan air putih. Makan malam ini sederhana, tapi sungguh terasa nikmat. Kami pun merasa senang karena ikan lemadang ini sangat enak.

Ikan lemadang yang besarnya lebih besar dari piring ukuran besar

Kami kenyang, kami senang

Setelah makan malam, kami pun duduk – duduk di pinggir pantai untuk sekedar ngopi/ngeteh. Suasana malam di pinggir pantai cukup gelap, namun angin  dan suara deburan ombak yang cukup kencang, membuat suasana malam begitu syahdu. Setelah cukup malam, kami pun memutuskan untuk beristirahat karena besok pagi – pagi akan melanjutkan misi utama, yaitu mencari lumba – lumba.

Keesokan harinya jam setengah 6 kami sarapan, menu sarapan kali ini adalah nasi uduk hangat, gorengan, sambal, kerupuk, dan teh hangat. Hmm, nikmatnya.. Setelah sarapan kami langsung bersiap menuju perairan laut lepas menggunakan perahu kecil yang biasa disebut jukung/ketinting.

Bersiap menggunakan jukung

Meskipun perahu ini kecil dan ramping, namun nyatanya perahu ini cukup tangguh. Tidak perlu khawatir saat menggunakan jukung ini, ujung jukung yang lancip berfungsi untuk membelah gelombang. Sehingga bisa dikatakan kapal ini lebih aman untuk menuju laut lepas, di banding perahu motor yang berukuran sedikit lebih besar.

Untuk menuju perairan laut lepas, jukung tidak boleh di naiki lebih dari 3 penumpang, maksimal jukung dinaiki oleh 4 orang (3 penumpang dan 1 pengemudi). Karena kami ber-4 maka kami menggunaan 2 jukung, saya dengan Pak Hendra, sedangkan Mba Shinta dengan Pak Yopie. Saya sengaja duduk di paling depan untuk merasakan sensasi gelombang yang lebih terasa. Perjalanan pun dimula!

Ready and go!

Benar saja, duduk paling depan menggunakan jukung bisa dibilang sangat seru. Gelombang yang membuat perahu bergoyang pun membuat saya sedikit kesulitan saat menggunakan kamera. Sesekali saya melihat ombak memecah bebatuan karang yang sangat indah. Setelah melaut sekitar 30 menit sampailah kami pada tempat dimana lumba – lumba sering muncul. Jukung kami mulai berjalan pelan.

Setelah beberapa saat saya mulai menengok kesana kemari dengan harapan melihat lumba – lumba. Kamera baru saja dinyalakan, sambil mengarahkan kamera ke arah depan, pak Hendra dan pengemudi perahu teriak “Itu..itu..” saya hanya berkata, “mana.. mana..?” sambil kamera di arahkan entah kemana. Ternyata ada lumba – lumba disebelah kanan tapi saya tidak melihatnya. Haduh, payah juga ya saya.

Kemudian saya fokus memperhatikan sebelah kanan (tempat lumba – lumba tadi), di sebrang kanan pun terdapat jukung wisatawan yang juga sedang mencari lumba. Saat saya sedang memandang ke arah kanan, orang-orang yang berada di jukung sebrang kanan saya tiba – tiba berteriak. “Aaaaa!” sambil nunjuk ke arah jukung yang saya gunakan.

“Itu mega...” Kata Pak Hendra, ternyata lumba – lumba nya ada di sebelah kiri jukung saya, yang kata Pak Hendra dekat sekali dengan jukung kami. Haduuuh, sedih banget nih saya belum bisa liat lumba – lumba langsung padahal orang lain udah teriak – teriak.

Akhirnya mata saya siap siaga, menengok ke arah depan, samping kiri, samping kanan, dan juga sesekali belakang. Kamera stand by siap memotret jikala lumba – lumba itu datang. Yak! Itu dia lumba – lumbanya! Berada sedikit jauh di depan serong kanan saya, tapi pas saya baru mencet tombol shutter, eh ternyata dia udah hilang duluan. Duh, ternyata susah juga ya mau foto lumba – lumba.

Gagal bidik dia (lumba-lumba)

Beberapa kali saya melihat sirip lumba – lumba yang muncul ke permukaan, namun sayangnya kamera saya tidak secepat gerakannya. Saya pun tidak melihat ada lumba – lumba yang loncat ke permukaan, hanya siripnya saja. Akhirnya saya harus puas dengan tidak mendapatkan satupun foto lumba – lumba. Tapi untungnya Mbak Shinta dapat videonya, dan Pak Yopie dapat foto yang cantiiik banget (wajar karena beliau adalah fotografer). Kalau Pak Hendra (?) Hmm, jangan ditanya karena kameranya mati ketika di perjalanan, wkwk.


Sedikit sedih memang, namun karena ini adalah lumba – lumba di alam liar, tak ada satupun yang bisa menjanjikan pasti bertemu. Bisa dikatakan ini adalah soal keberuntungan, ada yang melihat ratusan, ada yang melihat hanya beberapa, dan bahkan ada yang tidak melihat sama sekali. Maka kami cukup bersyukur bisa bertemu lumba – lumba meskipun mereka agak sedikit malu – malu.

Menurut Pak Yopie, beliau pernah satu kali melihat ratusan bahkan ribuan lumba – lumba. Cuaca pun tidak bisa di predikisi, karena Pak Yopie melihatnya ketika sedang gerimis. Saya sendiri hanya bisa membayangkan bagaimana jika melihat lumba – lumba penuh di samping kiri, kanan, depan dan belakang. Pasti takjub luar biasa.

Kami pun bergegas kembali. Saat perjalanan pulang, kesedihan saya sedikit terobati karena pengemudi jukung kami berjalan sedikit mendekat pesisir teluk. Sehingga saya bisa melihat jelas ombak yang menghempas bebatuan di pesisir. Indaaah banget, sepertinya pengemudi jukungnya mengerti perasaan sedih saya. Gak ada sedikit pun perasaan sesal buat dateng ke Kiluan, yang ada mau balik lagi.


Indahnya Teluk Kiluan

Mungkin untuk bertemu lumba – lumba disini tak cukup hanya sekali datang, tapi harus berkali – kali. Semoga saya bisa berkesmpatan berkunjung lagi kemari, dan tentunya membawa kamera yang 1 detik bisa 4 kali foto biar gak kehilangan moment. Hihi.
Lumba – lumba! See you next!

0 Comentarios