Bismillah,
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Halo pembaca budiman yang semoga dirahmati Allah, selamat datang di blog aku yang sederhana ini dan selamat membacaa~~
Kali ini aku tidak akan membahas mengenai cerita perjalanan naik gunung, karena qadarullah rencana muncak pas libur lebaran ini tidak di acc ibunda ratu jadi yaa tentunya kita akan memaksimalkan waktu untuk hobi yang lain seperti olahraga, baca buku, menulis, daan tentunya tidur hahaha
Karena masih dalam suasana lebaran, aku sebagai penulis blog ini mengucapkan Taqobbalallahu minna wa minkum, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah. Semoga Allah terima amal ibadah kita yang sedikit ini, aamiin yaa Rabb
Berhubung masih dalam suasana hari raya dan kumpul keluarga, pernah ngga si kamu merasa kalau kumpul keluarga itu jadi sebuah keresahan tersendiri karena takut ditanya ini itu. Kalau aku pribadi pernah banget, pernah takut dan sebel banget kalau ditanya kapan nikah, ketika aku di usia 24-26 tahun (dimana usia tersebut adalah usia harapan aku untuk bisa menikah)
Sampai aku bilang ke bapakku kalau aku malas ketemu saudara-saudara dan gak mau kumpul keluarga karena sebel banget kalau ditanya kapan nikah. Tapi jawaban bapak aku si simpel aja,
"kenapa harus sebel dan kesel? Kalau memang takdirnya belum ya bilang aja belum. Memang belum waktunya."
Yaa dipikr-pikir bener juga sih ya, kenapa mesti kesel padahal mungkin orang cuma nanya biasa gak ada maksud apa-apa, atau mungkin emang cuma mau basa-basi aja.
Dan mungkin respon kesel aku itu juga secara tidak sadar adalah respon kecewa karena harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Harapannya bisa menikah diusia 25, tapi kenyataannya belum juga sampai 26. Jadi ketika mendapat pertanyaan seperti itu, rasanya menjadi terasa sangat sensitif.
Lambat laun pertanyaan "Kapan nikah? Dan semacamnya" itu menjadi sesuatu yang biasa terdengar dan bisa ditanggapi dengan santai untuk aku diusia yang hampir 30 ini.
Suatu hari pernah ditanya oleh kerabat. S= saudara; M=aku
S: Kapan atuh kita kondangan ke Jakarta?
M: Iya doain yaa
S: Udah ada calonnya?
M: Udah..
S: Orang mana?
M: Rahasia.. Hehee
S: Kasih tau atuh.. Kepo..
M: Iya karena masih rahasia, jadi aku juga gak tau orang mana. Hahahaha (aku tertawa lebar)
S: Ishh udah serius-serius
Dan sebelum tulisan ini dirilis, baru saja pagi ini mengalami hal serupa yang agak kocak juga kalau dipikir-pikir. Jadi tadi pagi setelah aku lari pagi, aku jalan ke pasar dan ketemu mamanya teman aku waktu SD. M = aku ; MT = Mama teman
M : ibu.. (sambil senyum dan nyapa)
MT : Iyaa, ini siapa ya?
M : Mega bu..
MT : Oalah, masya Allah pangling ibu, mampir atuh ke rumah ** dia abis lahiran
M : Hehee iyaa bu..
MT : Si ** anaknya udah 2, mega anaknya udah berapa?
M : mm, masih nol buu, hehee
MT : Oalaah, ya Allah.. Semoga cepet yaa (sambil ngelus perut)
M : (waduh perasaan ga enak nih😅, kayanya salah ngomong wkwkw) Yaa atuh nikah dulu buu hahaha🤣🤣
MT : Ya Allah.. Maaf atuh neng, kirain ibu Mega udah nikah..
Kadang pertanyaan kayak gitu cukup dijawab santai aja ternyata, hehe gak perlu di ambil hati. Bahkan hampir tiap tahun aku buat tagline untuk diri aku sendiri yaitu
- AKAN KU HADAPI PERTANYAAN KAPAN NIKAH DENGAN HAHA HEHE SAMBIL CENGAR CENGIR -
Disatu sisi tagline ini hiburan buat aku pribadi dan penyemangat untuk lebih berlapang dada, terutama ketika hadir dinikahan saudara yang usianya lebih muda dari aku. Tapi disisi lain, nyatanya lapang dada itu bukan tentang tagline atau kata-kata semata, tapi lebih kepada keyakinan dan keridhoan terhadap ketetapan Allah itu sendiri.
Daan yaa tidak bisa dipungkiri bahwa, tidak ada hal semenentram menerima takdir Allah.
Selalu menjadi pengingat diri bahwa yang terbaik adalah pilihan Allah