Megazone

Tentang perjalanan, perasaan, dan kehidupan

Tangis bayi di malam itu memecah keheningam malam. Sekitar pukul 00.30 dini hari, seorang ibu baru saja melahirkan bayinya di ruang bersalin sebuah rumah sakit angkatan darat. Ia melahirkan bayinya dalam kandungan yang baru saja berusia 8 bulan, disebabkan kontraksi karena jatuh beberapa hari sebelumnya saat mengantar anak pertamanya sekolah.


“Ibu gimana sih kok bawa persiapan bajunya sedikit. Ini bayinya kembar.”

Ucap seorang bidan yang baru saja membantu persalinannya. Betapa kagetnya sang ibu mengetahui bahwa anak yang di kandungnya ternyata kembar. Ia selama ini tidak mengetahui jika bayi yang di kandungnya kembar.

Ketika proses persalinan, ia mendengar ada 2 bayi yang menangis. Namun beberapa saat kemudian salah satu dari bayi itu dinyatakan meninggal. Bayi-bayi prematur itu sangatlah mungil. Ukurannya tak lebih besar dari botol aqua, bayi yang pertama lahir adalah bayi yang beratnya kurang dari 1,3 Kg. Disusul bayi kedua dengan berat 1,6 Kg. Qadarullah bayi yang lebih kecil dinyatakan meninggal, dan satunya lagi masih bertahan.

 

Bayi yang masih bertahan itu harus mendapatkan inkubator untuk perawatan, namun inkubator di rumah sakit itu tidak terlalu hangat. Sang ayah diiminta untuk mencari rumah sakit lain dengan inkubator yang lebih baik. Akhirnya sang ayah menggendong bayinya, bersama sopir ambulance untuk berkeliling ke rumah sakit yang ada di Jakarta untuk mencari ruang perawatan bayi. Sementara bayi yang telah meninggal dibawa oleh kakeknya untuk dikuburkan.


Sejak jam 1 dini hari hingga jam 6 pagi, sang ayah belum juga menemukan rumah sakit yang bisa merawat anaknya. Hingga ia kembali ke rumah sakit awal dengan keadaan pasrah, melihat bibir bayi kecilnya telah berwarna biru karena belum mendapat asupan apapun semenjak dilahirkan.

“Saya pasrah dok, tidak ada ruangan yang kosong.”

“Yasudah disini aja pak, tapi maaf disini inkubatornya kurang hangat.”

 

Akhirnya bayi kecil itu diputuskan untuk dirawat dirumah sakit tersebut.


Setelah 2 pekan dirawat di rumah sakit, berat badan bayi itu tidak terlalu bertambah secara signifikan. Mungkin harapannya sedikit. Akhirnya sang ayah mengambil keputusan untuk membawa pulang bayinya.

“Saya bawa pulang saja dok anak saya. Mau nantinya hidup atau mati saya sudah pasrah.”


Sepulangnya bayi itu ke rumah, ayah dan ibunya mengurusnya dengan telaten. Suasana kamar dibuat sehangat mungkin. Kemudian ia mandi tidak menggunakan air, melainkan menggunakan minyak bimoli. Iya minyak bimoli. Setelah dimandikan, bayi itu tidur akan tidur berjajar bersama botol berisi air hangat yang telah dilapisi kain disisi kanan dan kirinya. Memastikan dirinya agar selalu dalam keadaan hangat.


Bayi itu masih begitu mungil, bahkan mulutnya tak lebih besar dari puting susu ibunya. Namun atas izin Allah, usaha dari ketelatenan dan kesabaran ayahnya ibunya membuahkan hasil. Berat badan bayi itu akhirnya naik cukup signifikan. Dan alhamdulillah bayi botol itu masih terus diberi kehidupan hingga tak terasa ia telah berusia 27 tahun.

Ya, kini ia adalah gadis yang telah berusia 27 tahun.


Mungkin bukan sebuah perjalanan yang mudah, berjalan diantara kehidupan dan kematian. Baik bagi diri sendiri ataupun bagi kedua orang tua untuk merawatku sejak aku lahir. Bahkan dahulu kadang berpikir, kalau boleh memilih aku ingin aku saja yang meninggal di hari itu. Hari tepat dimana kami dilahirkan. 


Tapi, kata seandainya itu membuka pintu syaithan dan takdir terbaik ku adalah terlahir serta menjalani kehidupan di dunia. Meski hidup di dunia yang sungguh tak mudah. Tertatih, berjalan, tersungkur dan sering kali terseok-seok. Tapi kehidupan ini adalah rahmat dari yang Sang Maha Bijaksana.


Satu-satunya kalimat yang selalu ingin ku ucapkan setiap hari adalah, Jazaakumullah Khairan Katsiran kepada Ibu dan Bapak. Cahaya dan pahlawan kehidupanku.


Terima kasih kepada pahlawan kehidupan yang dengan tangannya merawatku sampai dengan hari ini.

Terima kasih kepada pahlawan kehidupan yang dengan darah, keringat, air mata dan doanya aku masih ada sampai hari ini.

 Bismillah,

Halo sahabat pembaca yang budiman, selamat datang di blog saya yang sederhana ini. Semoga kalian selalu diberi kesehatan dan kelancaran didalam segala urusan yaa. Aamiin

Kali ini saya akan bercerita mengenai perjalanan menuju gunung Pangrango pada tanggal 16-17 Juli kemarin bersama bapak saya dan juga sahabat saya munit. 

Awalnya perjalanan kali ini saya berencana untuk ke Gunung Gede via putri. Konon, perjalanan kali ini juga akan menjadi penutup sementara karena mungkin tidak akan menggunung dalam beberapa bulan ke depan, sebab jadwal perkuliahan dan akreditasi di tempat bekerja cukup padat. Yah, ngebayanginnya si pendakian kali ini cuma mau summit tipis-tipis yang ga terlalu berat, bisa sholat, baca buku dan bengong aja gitu sambil mikirn kelanjutan hidup di alun-alun surya kencana.

Tapi qadarullah karena satu dan lain hal akhirnya h-2 kami mengubah destinasi menjadi Gunung Pangrango via Cibodas. Dan lucunya lagi saya belum pernah searching mengenai perjalanan ke Gunung Pangrango. Baru liat pas mau berangkat, dan dalam hati cuma bergumam; wah ternyata berat ya, kira-kira sanggup gak ya. mana udah nyiapin mental buat yang santai-santai aja lagi. Sampe berkali-kali minta doa ke emak supaya dikuatin wkwk. Tapi emang semanjur itu doa emak tuh

Akhirnya jum’at malam sekitar pukul 22.00 WIB berangkatlah kami menuju basecamp yang telah disepakati dicibodas yakni basecamp Edelwiss. Oiya seperti biasa saya menggunakan open trip yang sudah malang melintang di dunia pegunungan yaitu tigadewaadventure (bisa dicari di instagram).

Teman satu trip kami yang lain berangkat dari cawang uki, sedangkan kami langsung dari cibubur menuju basecamp di Cibodas yang hanya membutuhkan waktu tak lebih dari 2 jam. Sesampainya di basecamp kami beristirahat dan yak qadarullah hujan mengguyur sampai jam 9 pagi. Cuaca dingin, disertai hujan yang awet sejak semalam cukup membuat saya cukup mager tapi tidak mungkin pulang lagi yhaa kan.

Akhirnya jam 9 pagi kami memutuskan untuk berangkat dari basecamp menuju pos pendakian. Sesampainya di gerbang ikonik jangan lupa foto dulu bestie.


Diperjalanan kali ini selain bersama bapak dan munit, kami bersama Ka Yuni, Ka Erlin dan 5 orang bapak-bapak TNI (tapi bukan temen bapak saya), ditemani Kang Aldi, Kang Reza dan Mamang Porter.

Sesampainya di pos simaksi, seperti biasa sebelum memulai pendakian jangan lupa berdoa. Tidak ada larangan khusus untuk pendakian kali ini, cukup jaga sopan santun saja yah sahabat. Oiya dipendakian kali ini aku sedang haid hari ke-empat, agak sedikit khawatir cuma dibanyakin dzikir aja alhamdulillah aman.

Dari Jabir Radhiyallahu anhu mengatakan: "Apabila kami melewati jalanan naik, kami membaca takbir: Allahu akbar dan apabila kami melewati turunan, kami membaca tasbih: Subhanallah. (HR Al-Bukhari Nomor 2993; Fathul Bari VI/135)

(Oiya jika kalian mau bacaan dzikir yang lainnya, bisa didownload di apk Apa Doanya, yang bisa diakses secara offline meski digunung gak ada sinyal)

Cuaca yang hujan-berhenti-hujan-berhenti membuat kami lepas-pasang jas hujan berkali-kali. Melewati berbagai macam nama pos/shelter yang cukup ikonik tapi agak bikin bingung. Dari mulai pos simaksi – Telaga biru -  Jembatan Gayonggong - Pos Panyancangan (Curug Cibereum) – Rawa Denok 1 – Rawa Denok 2 – Batu Kukus 1 – Batu Kukus 2 – Cipanas – Kandang batu –  Air terjun Panca Weuluh – Kandang Badak.


Telaga Biru

Sumber : highlandcamp(dot)co.(dot)id

Normalnya perjalanan dari pos simaksi – Kandang Badak adalah 6 jam (banyak yang lebih cepat terutama para pendaki yang tektok) tapi karena saya adalah pendaki siput jadi saya membutuhkan waktu sekitar 7 jam. 

Kontur bebatuan sepanjang trek dari pintu gerbang sampai pos Kandang Badak disebut enak oleh banyak orang, tapi tidak bagi saya (bintang 1 sangat tidak ramah). Terlebih karena saya tidak milih-milih pijakan saat berjalan jadi kaki hampir terkilir.


Suasana jalur hampir sama, jalur batu, vegetasi rapat tertutup oleh rerimbunan pohon, disertai suara gemericik air dari sungai dan air terjun selalu menemani sepanjang trek pendakian, Pendakian kali ini bisa dibilang adem ayem tentrem. Ditambah cuaca yang hujan-berhenti-hujan berhenti membuat suasana pendakian semakin syahdu.

Di jalur ini kita juga bisa menemukan beberapa pedangan dan toilet yang ada di beberapa shelter, jujur toilet ini sih yang paling amazing menurut saya. Hahahah. Cukup wajar kalau di jalur pendakian via cibodas terdapat beberapa toilet, karena memang sumber air disini sangat melimpah. Kita juga bisa melihat 2 air terjun ikonik khas jalur cibodas. Hwaa jadi kangen lagi.

 

Sumber : glampingcibodas(dot)com




Air terjun Panca Weuluh

Kami sampai di Pos Kandang Badak sekitar pukul 16.00 WIB, bersih-bersih, ganti baju, dan langsung meluncur ke toilet. Setelah dari toilet tidak lupa untuk jajan gorengan, pop mi dan air mineral. Sesaat sedang menunggu, tiba-tiba dari kejauhan saya melihat sesosok yang sepertinya saya kenal. Hiyaaak Vinii!! Kami berteriak heboh >,< haha jadi malu kalo diinget.

Sebelumnya kami memang sudah janjian, dia tektok lintas jalur dari Putri ke Cibodas, sedangkan saya ngecamp di Kandang Badak. Saya hanya bilang, nanti aku ngecamp di Kandang Badak yaa. Dan qadarullah ketemu ! padahal gak ada gadget, sinyal ataupun kabar sama sekali. Setelah itu aku jadi makin yakin kalo jodoh pasti bertamu , hiyaa! –lah lah lah- kok pembahasannya jadi kesini wkwkw.

Setelah itu saatnya kami beristirahat, entah mengapa setiap camp digunung saya cukup sulit untuk tidur meskipun sudah sangat lelah. Beberapa kali mendapati suara babi hutan mendekat membuat saya semakin tidak bisa tidur. Ditambah cuaca yang semakin dingin membuat saya ingin cepat menuju pagi, saat akhirnya ketiduran pun mimpinya pulang dari gunung malah covid wkwk (Qadarullah benar kejadian tapi bukan pas banget turun gunung) hahha ada-ada aja emang.

Akhirnya pagi pun tiba, kami tidak terburu-buru untuk summit kali ini karena tidak ada view yang dikejar. Sekitar pukul 7.00 WIB kami berangkat untuk summit. Kyaaa Semangaaat!!! Waktu yang dibutuhkan untuk menuju Puncak Pangrango sekitar 3 jam perjalanan. Bismillah~

Cita-cita jadi brand Ambassador Eiger 

Jalur dari Kandang Badak menuju Puncak Pangrango di 30 menit pertama masih landai, meski banyak halang rintang seperti pohon tumbang. Setelah itu jalur cukup bervariasi, dari mulai akar pohon, jalur air, sampai terowongan pun ada. Jujur menurut saya (eh bukan cuma menurut saya aja) memang jalur ini cukup rumit.


Masih landai di 30 menit pertama


Sudah mulai mikir cara naiknya gimana

Tapi ya.. begitulah, namanya juga naik gunung. Setiap gunung itu punya keunikannya masing-masing yang ga bisa kita remehkan. Yang penting tetap berdoa semoga selamat sampai pulang ke rumah.

Kira-kira belum ada ½  jalan, Eh tiba-tiba munit bilang dia mual, dan gak lama dia ngeluh kayak mau pingsan. Kita semua panik dong. Akhirnya duduk diam cukup lama sambil nyemil dan memutuskan apakah akan lanjut ke atas atau turun ke bawah. Karena perjalanan masih sangat  jauh, dan kalau memaksakan akan sulit juga kalau tiba-tiba dijalan terjadi sesuatu dan makin jauh kebawah.

Saya berusaha membujuk munit supaya turun dan tidak memaksakan diri, tapi munit sepertinya masih ingin bertahan dan melanjutkan. Jujur didalam kondisi seperti ini udah ga kepikiran lagi mau ke puncak, yang penting adalah gimana caranya supaya kita bisa sama-sama sehat dan selamat. Tapi ya sekali lagi munit meyakinkan dirinya  agar dia tetap melanjutkan perjalanan summit ini. Bismillah~ intinya kalau merasa capek, lelah dan nggak kuat jangan sungkan untuk bilang ke teman seperjalanan, karena tujuan kita bukan puncak melainkan pulang dengan selamat.

Satu demi satu halang rintang terlewati, sampai saya cukup tidak sabar dan selalu bertanya, Mang masih lama? Mang berapa menit lagi? Sampai akhirnya di satu tanjakan terakhir yang cukup sulit dan Alhamdulillah setelah itu jalur mendatar dan kyaa bertemu dengan Tugu Puncak Pangrango. Alhamdulillaah!!!

Dari sini kita bisa melihat pemandangan gunung gede yang indah, maa syaa Allah.

Setelah puas berfoto kami menuju lembah Mandalawangi. Mandalawangi ini seperti alun-alun surya kencana hanya saja lebih kecil, terdapat banyak hamparan bunga edelweis yang bisa kita nikmati namun tentu saja tidak boleh di petik. Ada pula mata air yang begitu segar. Maa Syaa Allah,

Setelah puas berfoto kami pun turun sekitar pukul 11.30 WIB, perjalanan dari puncak menuju kandang badak (ataupun sebaliknya) memiliki beberapa percabangan jalur yang jaraknya cukup jauh. Sehingga cukup membingungkan ketika harus memilih jalan, namun sama saja sebenarnya. Kita bisa melihat tanda-tanda dari plastik bendera yang diikat di setiap ada percabangan jalur. Tapi kalau sendirian ya agak takut juga ya, hehe karena jalur menuju puncak pangrango tidak seramai seperti jalur menuju puncak gede.

Kami (sempat selisipan jalan dengan mba Erlin karena salah memilih jalur, sedangkan mba Erlin menunggu di jalur yang sama seperti kami naik tadi. Untung ada pendaki yang memberi tahu kami kalau teman kami sedang menunggu di atas. Akhirnya aku, munit, dan mba yuni menunggu di jalur, dan Mang Porter menjemput mba erlin dengan balik lagi ke atas. Setelah bertemu dengan mba Erlin akhirnya kami bersama menuju Camp di Kandang Badak dan turun kembali ke basecamp sekitar jam 14.30

Perasaan saya, kami sudah berjalan secepat mungkin dengan menyedikitkan istirahat (meskipun ternyata tetap lambat haha), dan perkiraan akan sampai ketika maghrib. Namun qadarullah ketika maghrib kami baru sampai di Telaga Biru. Walaupun sudah akan sampai, tapi jarak tempuh masih 2,8 Km lagi menuju gerbang. Jalur semakin gelap, meski dengan bantuan head lamp, jalan harus terus menunduk untuk melihat jalanan batu yang dipijak, saya beberapa kali terpeleset dan salah pijakan.

Akhirnya saya pun melambatkan langkah kaki agar lebih berhati-hati saat berjalan, dan saya pun tertinggal cukup jauh oleh munit sampai ia tak terlihat lagi. Alhamdulillah ada mamang porter yang selalu ada disamping saya. Kami berjalan paling belakang. Berkali-kali meminta maaf karena saya berjalan lambat, tapi ya mamang porter selalu menenangkan dan berkata gapapa yang penting selamat.  Jangan tanyak bapak saya dimana, karena seperti biasa dia sudah turun duluan haha

Di perjalanan kali ini saya baru pertama kali melihat kunang-kunang. saya pikir itu adalah cahaya headlamp orang lain atau mata binantang, ternyata itu adalah kunang-kunang. Maa syaa Allah sangat indah.

Akhirnya perlahan kami menyusul munit, dan bersama rombongan lainnya. Saat itu ritme perjalanan tidak terlalu cepat, dan tidak ada yang saling mendahului. Karena mungkin semua juga sudah lelah. Jadi kami berjalan beriringan bersama-sama dengan rombongan lain. Alhamdulillah sekitar pukul 18:45 kami sampai di pos simaksi dan harus menerima kenyataan bahwa masih harus jalan lagi menuju basecamp.

Alhamdulillah meskipun dalam kondisi haid, pendakian kali ini Allah berikan kemudahan, kelancaran, kesehatan dan keselamatan untuk kami semua. Alhamdulillaahiladzi bi ni’matihi tatimusshalihaat.

Cukup sekian cerita perjalanan saya kali ini, jujur saya masih penasaran akan rasanya berdiam diri di Alun-alun surya kencana. Semoga dalam waktu dekat ini bisa segera ke Gunung Gede via Putri untuk bisa merealisasikannya. Aamiin

Untuk rencana pendakian selanjutnya, jujur saya ingin menyelesaikan tripel S (Sumbing, Sindoro, Slamet), Lawu, Rinjani, Kerinci, dan Raung jika mampu. Adapun kapan waktunya saya juga tidak tahu, haha. In syaa Allah mau fokus kuliah dulu untuk satu tahun kedepan, semoga Allah beri kemudahan untuk tetap bisa menggunung dan menuju puncak pelaminan. Aamiin 

Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk tulisanku yang sederhana ini, sampai bertemu di cerita selanjutnya yaa

Bismillah,

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh. Halo guys, sobat pembaca yang budiman. Kali ini aku akan bercerita mengenai perjalananku ke Gunung Merbabu. Diperjalanan kali ini aku ditemani bapakku, dan bersama teman-teman baru peserta open trip Tiga Dewa Adventure. 

Sedikit cerita bahwa sebenarnya pendakian Merbabu adalah pendakian yang paling diinginkan sama bestie aku munit dan kita udah booking bareng dari jauh hari. Tapi qadarullah karena satu dan lain hal munit tidak bisa ikut. Sedih sih, karena milih Merbabu dulu baru Sumbing demi bestie tapi bestienya malah ngga bisa ikut. Tapi yaudah tetep semangat aja karena naik gunung butuh semangat hehe.

So tulisan ini aku dedikasikan untuk para besties aku yang tidak bisa ikut naik gunung, hope you enjoy it ! 

Perjalanan dimulai dengan meeting point di Parkiran LBH UKI Cawang jam 19.00 -20.00 . Sesampainya di mepo, aku bertemu banyak orang yang juga mau mendaki ke gunung-gunung lain.

Kami memulai perjalanan sekitar jam 21.30 dan sampai di basecamp Suwanting sekitar jam 6.30. Alhamdulillah perjalanan lancar dan lebih cepat dari yang aku perkirakan, Setelah itu kami istrahat, sarapan, dan bersiap untuk pendakian.

Pendakian dimulai sekitar jam 9.30 dan diawali dengan naik ojeg sampai pintu masuk Taman Nasional Gunung Merbabu.

Sebelum mendaki jangan lupa berdoa dulu guys, luruskan niat, dan selama perjalanan jaga tutur kata plus jangan lupa berdzikir yaa, karena gunung yang kita pijak juga berdzikir kepada Allah.

Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan." (QS. An-Nur: 41).

Lanjuut

Sebelum pendakian kami briefing terlebih dahulu mengenai jalur yang akan dilalui, di jalur Merbabu via Suwanting terdapat 3 pos. Pos 1 hanya 10 menit dari pintu rimba, pos 2 adalah tempat kita akan beristirahat, dan pos 3 adalah  camping ground.  Terdapat pula  2 mata air dari pos 2 menuju pos 3.

Sepanjang jalur kita akan menemui umbul-umbul penanda setiap kali berjalan sejauh 100 meter. 100 meter pertama dari pintu rimba adalah HM 1, dan tujuan kami pos 3 berada di HM 36. HM adalah singkatan dari hektometer, yang artinya perjalanan dari pos 1 ke pos 3 sejauh 3,6 Km. yosh semangatt !

Jarak dari pintu rimba ke ke Pos 1 (Lembah Lempong) hanya 200 meter. Disini kami disuguhi pemandangan Gunung Sindoro dan Sumbing yang berdiri dengan megahnya.

Dari pos 1 menuju pos 2 terdapat beberapa titik yang dilewati seperti Lembah Gosong, Lembah Cemoro, Lembah Ngrijan, Lembah Mito dan Lembang Manding. Jalur dari pos 1 dan pos 2 cukup terjal, tapi kayak hidup aja gitu walau sulit cukup disyukuri dan dijalani hehe.



Selama perjalanan aku bersama para wanita kuat yang berasal dari Jambi dan Jogja yaitu Jeni, Ka Rani, dan Ka Ana. Meski kuat, kami tetap berada di rombongan belakang, hehe

 

Kami baru sampai di pos 2 yaitu HM 20 sekitar jam 12.30, butuh waktu sekitar 3 jam dari pintu rimba. Perjalanan kami memang terbilang santai, sesekali berada di paling belakang, sesekali melangkah lebih cepat meskipun tak pernah jadi yang terdepan. Karena kami bukan Yahama yang semakin didepan haha. 

Kami beristirahat sejenak untuk sholat dan makan, untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju pos 3.  Semangat, masih 1,6 Km lagiii.

Trek dari pos 2 menuju pos 3 cenderung lebih terjal, beberapa ada yang menggunakan tali webing sebagai alat bantu. Jalurnya sebenarnya mirip dengan Gunung Sagara yang pernah saya daki sebelumnya, bedanya sepanjang jalan dari bawah sampai atas jalurnya gitu terus. Alias minim bonus, ditambah jarak tempuhnya yang jauh. Kalau kamu pernah dengar ungkapan Merbabu via Suwanting bikin Sinting, yaa walau terdengar hiperbola tapi ungkapan itu ada benarnya juga sih hahaha

 

Tapi  yaa namanya juga mendaki, cukup diikhlasin, disabarin dan dijalanin aja. Pelan pelan nanti juga sampe heheh

Sepanjang jalan cuaca yang tadinya cerah kini berubah menjadi tembok putih, meski sesekali merapi menampakan diri untuk memberikan semangat.

HM demi HM selalu kami hitung bersama, sebagai pengingat bahwa jarak yang dituju kian dekat. Akhirnya kami sampai di HM 34, yaitu pos mata air. Disini kami beristirahat, mengisi air dan sholat sekitar 45 menit. Semangaat tinggal 2 HM lagi menuju Pos 3.

Akhirnya kami sampai di pos 3, Alhamdulillaah.

Kami sampai pos 3 sekitar pukul 17.30, kurang lebih 4 jam dari pos 2. Kami langsung bergegas beres-beres, ganti baju dan yaak.. aku ketinggalan sunset yang muncul hanya sebentar, tapi yaudahlah gapapa.

Malam ini waktunya istirahat, makan dan tidur.. walaupun agak sulit tidur karena kedinginan, dan jam setengah 12 malem tiba-tiba ada rasa mau pipis.  Pas abis pipis ngeliat bagian belakang tenda ternyata ada yang sobek, pantes dingin sekalih. Setelah itu terus aja gabisa tidur sambil dengerin tenda tetangga yang berkisah tentang percintaannya .

Akhirnya jam 2.30 mulai siap-siap buat summit, dan jam 4 kami start summit yeaay semangat! Kali ini bapake gak ikut summit karena capek, dan seperti biasa bapake mau nyicil langkah buat turun duluan kebawah.

Cerah.. cerah.. semangat!

Estimasi waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak sekitar 2 jam, dan kami sampai si Puncak Suwanting sekitar jam 6. Saat itu belum ada tanda-tanda langit cerah, kami hanya bertemu dengan tembok putih yang berbalut angin. Tapi masih tetap samangat dan yakin kalau nanti akan cerah.

  • Puncak Suwanting

Yok semangat yok cerah cerah

Laa hawla wa laa quwwata illa billah

  • Puncak Triangulasi 
Alhamdulillah cerah

  • Puncak Kentengsongo

Namanya Jeni, walau baru ketemu kemarin entah kenapa seperti sudah kenal lama. 
Apa perasaanku aja ya hehe.

Aku dan Jeni adalah orang yang paling terakhir turun dari puncak di rombongan kami, karena yaa harap maklum kami berfoto terus. Dan jujur rasanya kayak gak mau pulang gitu lhoo. Pemandangannya indah sekali, rasanya ingin di pandaang terus. 


Akhirnya dengan berat hati kita turun perlahan, see you Merbabu..

Berakhir sudah perjalanan  menuju 3142 mdpl pertama, waktunya makan dan siap berkemas untuk turun kembali ke basecamp.

Dari pos 3 kami turun sekitar jam 10.30, jujur perjalanan turun lebih berat buat aku pribadi. Walaupun naik itu capek, tapi masih lebih gampang naik daripada turun. Kadang naiknya bisa turunnya bingung hahah.

Kami sampai di pos 2 sekitar jam 12.30 dan sudah berasa sangat payah, padahal masih harus turun 20 HM lagi, alias masih 2 Kilo Meter lagi. Lalu dari HM 20 ke HM 10 jalan kami sudah mulai terseok-seok dengan kondisi jari jari kaki sudah meronta-ronta, tapi hidup harus terus berjalan. Akhirnya kami sampai di HM 10 sekitar jam 15.00. Fyuh.. masih 1 kilo meter lagi !

Mulai dari HM 10 akhirnya mba Ana memutuskan agar kami jalan cepat, karena mau jalan cepat atau lambat rasa sakitnya sama. Kami harus segera sampai bascamp karena  kondisi sudah mulai gerimis. 

Akhirnya kami jalan cepat, kadang setengah lari, kadang melambat, kadang jalan mundur untuk mengurangi tekanan di jari kaki. Kalau lagi lelah begini kadang mikir, haduh kenapa pula hobiku harus mendaki gunung, lelah sangat ya Allah, besok-besok gamau lagi naik gunung. wkwk 

Eh abis itu diulangi lagi hahha

Akhirnya alhamdulillah sampai juga di pintu rimba dengan wajah lelah nan lusuh. Sudah tiba penantian  naik ojeg menuju basecamp, kalo bisa dari puncak naik ojeg aku mau dah. Hahaha

Alhamdulillah selama perjalanan 2 hari cuaca cukup mendukung, jujur gak tau lagi kalau hujan kondisi jalur akan seperti apa. Karena gak hujan aja tanah sudah cukup licin, apalagi ditambah hujan. Mungkin aku bisa mewek dijalan kali. Pokoknya aku banyak banyak bersyukur untuk perjalanan kali ini. Alhamdulillaah.


Kami sampai di basecamp sekitar jam 16.00, kemudian istirahat, makan dan beres-beres. Siap  berangkat kembali menuju Jakarta sekitar jam 18.30 dan sampai di rumah dengan selamat sekitar jam 3 pagi, Alhamdulillaah.

Sekian sudah cerita panjang perjalanan ke Merbabu kali ini. Kemarin sih bilangnya kapok, sekarang sih udah kangen lagi. Ya gitu aja terus.

Memang betul, Merbabu mengandung rindu. Tapi tidak dengan jalurnya. Hahaha

 

Habis ini kira-kira kemana lagi yaa? Maunya si ke Pelaminan ciaat haha

Tapi kalau ada waktu, rezeki dan kesehatan maunya si ke Gunung Sumbing, in syaa Allah.

Sampai jumpa di gunung berikutnyaa yaa 

 Bismilah,

Assalamu’alaikum sahabat welcome back to my blog, semoga selalu dalam keadaan sehat yaa. Seperti biasa, saya ingin berbagi cerita pendakian yang baru saja dilakukan di hari Sabtu tanggal 11 Desember 2021 kemarin. Kali ini aku melakukan pendakian ke Gunung Sagara, Garut.

Sumber: travelspromo(dot)com

Awalnya saya tau gunung ini dari channel Maksum art dan Bodink artventure, karena pemandangannya yang luar biasa. Dan sebagai orang garut (walaupun KW), ya kenapa ga mencoba mendaki gunung di kampung sendiri gitu.

Pendakian ke Gunung Sagara ini sebenarnya unplanned, karena rencana pendakian akhir tahun ini adalah Gunung Merbabu atau Gunung Sumbing. Tapi qadarullah bapak ga ngizinin karena kondisi cuaca, medan, dan fisik yang akan lebih berat di musim hujan.  Akhirnya memutuskan buat pulang kampung sekaligus naik gunung tektok.

Pernah ada yang tanya, kenapa musim hujan kekeuh tetep naik gunung? Entahlah, mungkin aku butuh sebuah perjalanan untuk menepi sejenak. Ku sebut ini adalah perjalanan melupakan dan mengikhlaskan apa-apa dan siapa yang tidak bisa ku raih. Karena waktu dan perjalanan mungkin cukup menjadi obat. Ciaat

Sebelum melakukan perjalanan aku menghubungi pihak basecamp terlebih dahulu agar bisa didampingi dengan guide lokal. Nomor kontaknya bisa di lihat di bio instagram @puncak.sagara ya..

Kami berangkat dari rumah bibi sekitar jam 5.30 pagi, dengan harapan bisa mulai pendakian jam 7 pagi. Perjalanan menuju Kampung Sagara membutuhkan waktu sekitar 1 jam 15 menit.

Kondisi jalan 85% mulus. namun hanya cukup dilalui oleh 1 mobil. Selama perjalanan dihiasi pemandangan sebelah kanan tebing dan sebelah kiri jurang, terdapat pula tanjakan yang jalurnya kayak tanda (>) jujur deg degan banget, karena bapak bawa sedan wkwk Yaa Allaah. Mana sempet ngegasruk beberapa kali,

Sumber : Brisik(dot)id

Alhamdulillah akhirnya setelah perjalanan yang menegangkan, sampai juga di Kampung Sagara tepatnya di Homestay milik A Mugi. Dilanjut sarapan dan akhirnya berangkat mendaki jam 8 pagi. Dari homestay kami menuju TEMVAT VARKIR asli ini tulisannya begini. Dan dari tempat parkir kita bisa naik ojek untuk menuju basecamp dengan biaya  Rp 25.000. Sebenernya tanpa naik ojek pun bisa, tapi jalannya cukup jauh dan bisa memakan waktu sekitar 1 jam lebih, kalau saya si selama ada ojek kenapa harus jalan hwahaha.

Sesampainya di basecamp kami membeli tiket masuk, untuk tiket masuk Gunung Sagara Rp.20.000 per oran. Disini saya bersama bapak, adik dan sepupu, kami akan ditemani oleh Kang Risman dan Kang Ali selama perjalanan. Perkiraan waktu tempuh yang dibutuhkan untuk sampai puncak sekitar 3-4 jam perjalanan. Yuk semangat yuk

Sebelum perjalanan kita berdoa terlebih dahulu, karena satu tujuan naik gunung adalah pulang dengan selamat. Lepas berdoa, kita mulai pendakian. Let’s go..

 


Oiya, untuk perjalanan menuju puncak Gunung Sagara terdapat 2 jalur, yaitu via Tajur dan via Sagara. Hanya saja untuk via Tajur masih belum resmi dan treknya lebih terjal dan panjang. Jadi kami melakuan pendakian via Sagara. Dan satu hal yang harus diperhatikan adalah dilarang menggunakan baju dan celana hijau jika mau ke gunung ini. Mau percaya atau tidak, tugas kita adalah menghormati kebiasaan warga setempat ya.

Awal pendakian kami berjalan menyusuri pepohonan dan ladang milik warga, disini kami disuguhi pemandangan yang begitu indah.

Tidak sampai 30 menit perjalanan dari basecamp, sampailah kami di pos 1. Berhenti sebentar untuk beristirahat dan berfoto.




Ini adalah pendakian pertama untuk adikku (16 tahun) dan sepupuku (11 tahun), semoga mereka kuat yaa.. haha. Agak kasian si karena pendakian pertama tapi langsung dikasih jalur yang katanya, ehm.. lumayan. Tapi berhubung mereka yang mau jadi ya aku mah seneng aja heheh. Sekalian mau nunjukin betapa menyenangkannya naik gunung hwahahah

Setelah perjalanan dar pos 1 menuju pos 2, kita akan menemui pintu rimba. Ya, disinilah tempat terakhir pemandangan bisa dilihat, karena kita akan memasuki rimba tanpa pemandangan apapun kecuali pohon. Maa syaa Allah indah banget. Kalian harus cobain kesini gaiss.

Setelah memasuki hutan rimba, kita akan ditemani suara binatang khas hutan dan keheningan yang meneduhkan. Jalur pendakian disini juga terbilang masih alami, dan ketika itu pun hanya kami pendaki yang naik, jadi berasa gunung milik sendiri. Maa syaa Allah 

Sepanjang perjalanan dari basecamp sampai pos 2 walaupun menanjak, tapi masih bisa dilalui dengan baik. Namun dari pos 2 ke pos 3, tanjakan sudah mulai lumayan, Lalu dari pos 3 ke pos 4, tanjakan sangat amat lumayan. Wkwk. Aku sampai gak bisa megang kamera karena fokus ke jalur.



Kadang bingung ngejelasin tingkat kesulitan jalur tu gimana, pokoknya harus cobain sendiri gais wkwkw. Tapi percayalah, ini gak semudah  kelihatannya.

Disini adek aku udah mulai ngeluh terus,  ya aku ngingetin bahwa ya naik gunung itu emang capek. Dan aku orang yang percaya kalau udah lelah terus ngeluh itu cuma buang-buang energi. Jadi no ngeluh-ngeluh club, sesederhana kalau capek ya istirahat.

Tapi kadang kasian juga si, mana adek aku kaum rebahan, belajarnya juga online, ga pernah kemana-mana, pertama mendaki langsung dikasih jalur begini. Ya semoga jadi pengalaman buat adek.

Sesampainya di pos 4 kami beristirahat cukup lama, untuk sekedar minum teh makan roti dan coki-coki.

Setelah beristirahat, kami mulai kembali mendaki menuju shelter dan kemudian puncak. Disini jalur bertambah berat, ditambah mungkin terlalu lama beristirahat. Padahal sepanjang perjalanan sampai pos 4 meski berat saya tetap enjoy. Tapi untuk perjalanan dari pos 4 menuju puncak saya sangat tergopoh-gopoh dan mudah lelah.

Hujan pun mulai rintik-rintik perlahan turun, dan kami belum menemukan shelter. Nafas mulai hahehoh, udah mulai gak sabar buat nyampe shelter. Akhirnya sampai shelter untuk makan bekal.

Jujur untuk perbekalan kali ini saya salah perhitungan, karena saya menyamakan dengan pendakian tektok di Ijen bersama 2 teman saya yang kala itu tidak membawa banyak bekal. Saya pikir buat apa bawa bekal banyak, toh cuma tektok. Padahal kali ini saya membawa 3 orang laki-laki, yang ternyata dipos 4 udah mulai kelaparan.

Akhirnya 1 kotak bekal nasi dimakan untuk bertiga, dan aku alhamdulillah udah merasa kenyang dengan sepotong roti. Aku jujur merasa bersalah karena bawa perbekalan yang kurang memadai, tapi alhamdulillah masih cukup untuk mengganjal perut yang kelaparan.

 

Terima kasih untuk para bocil yang sudah berusaha

 

Terimakasih untuk bapak yang selalu menemani

Hujan masih rintik-rintik, tapi kami kembali melanjutkan perjalanan menuju puncak untuk menyelesaikan rasa penasaran. Sebenarnya kami takut dapat tembok putih, alias kabut. Tapi alhamdulillah kami mendapati pemanadangan yang begitu indah.


Ya kami telah sampai di Puncak Gunung Sagara dengan ketinggian 2132mdpl. Ternyata betul kata orang, gunung ini kecil kecil caberawit. Meski tidak terlalu tinggi, tapi tingkat keterjalannya lumayan bikin paha dan betis pedes. Alhamdulillaah.. Kami sampai dipuncak sagara sekitar jam 12 siang.

Nangkirng dipohon bgt ga tuh? Kalo pohonnya patah ya wassalam wkwk

Setelah puas menikmati keindahan Puncak Gunung dengan view Talaga Bodas, kami pun memutuskan untuk turun sekitar pukul 12.45. sesampainya di shelter hujan pun mengguyur cukup deras. Setelah hujan sedikit mereda kami melanjutkan perjalanan.

Diperjalanan hujan pun mulai deras, dan tidak ada lagi shelter selain di atas tadi. Kami pun terus melanjutkan perjalanan. Dari rumah saya hanya menyiapkan 3 jas hujan, karena awalnya tidak tahu kalau ada sepupu yang mau ikut. Akhirnya jas hujan tersebut dipakai oleh Bapak, adek dan sepupu saya. Sementara saya masih bisa pakai jaket yang bisa menahan intensitas hujan ringan.

Qadarullah hujan semakin deras, dan terus mengguyur dari shelter sampai pos 2. Badan basah kuyup, berkali-kali terpeleset dan jatuh rasanya sudah biasa. Kayak ga afdol aja gitu kalau turun gak jatoh atau kepeleset hahha. Satu-satunya yang dipikiran saya adalah saya gak bawa pakaian ganti. Wkwkw Yaa Allah. Emang ini kurang persiapan dan menyepelekan tektok dimusim hujan

Kuyup, behiaskan tanah dan berlumur dosa 

Setelah sampai basecamp, bersih bersih tanah bekas jatoh-jatohan dan yah seperti biasa kaki sakit karena lecet hwewheheh. Sepertinya harus beli lagi sepatu 1 ukuran diatas sepatu normal. Halah maak..

Tapi jujur yang paling gak kuat dari turun gunung adalah nahan sakit karena kaki lecet. Akhirnya sampai di homestay A Mugi, bersih-bersih dan pulaang. Alhamdulillaah bisa pulang dengan selamat. Dengan hasil 2 bocil merasa kapok naik gunung. Wkwk

Alhamdulillah, selesai sudah cerita perjalanan saya kali ini. Perjalanan yang mengajarkan saya untuk lebih peduli dan mau berkorban untuk kemaslahatan orang lain. Sebuah perjalanan yang saya dedikasikan untuk diri saya sendiri, agar bisa melepaskan dan mengikhlaskan takdir dan mimpi yang belum bisa diraih. Mungkin masih perlu banyak waktu untuk belajar mengikhlaskan. Tidak mengapa, biar waktu yang menjadi obat.

Sampai jumpa di thread selanjutnya, in syaa Allah mau ke Merbabu tanggal 19-20 Februari ada yang mau ikoot?

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

I could look back at my life and get a good story out of it. It's a picture of somebody trying to figure things out.

SUBSCRIBE & FOLLOW

POPULAR POSTS

  • Spill Budget Pendakian Rinjani
  • Jadi, kapan nikah?
  • Pendakian Gunung Sagara 2132 mdpl
  • Pendakian Merbabu Via Suwanting
  • Pendakian Prau via Patak Banteng
  • Bintang
  • Deklarasi
  • Hal Utama
  • Tanda Cinta untuk yang Tercinta - Bag.1
  • Berbicara Tentang "CINTA"

Categories

  • Ceritanya Mega 10
  • Days Writing Challenge 11
  • Opini 10
  • Puisi 18
  • Traveling 13

Advertisement

Contact form

Nama

Email *

Pesan *

Profil

Mega Teduh
Assalamu'alaikum warahmatullahi waabarakaatuh. Halo perkenalkan saya mega, selama datang di blog saya yang sederhana ini. Keseharian saya bekerja di bidang laboratorium, dan sempat menjadi content creator di bidang traveling. Untuk saat ini saya hanya menulis untuk diri saya sendiri, dan tulisan saya meliputi perjalanan wisata dan perjalanan kehidupan. Selamat menikmati
Lihat profil lengkapku

Blog Archive

  • ►  2025 (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2024 (2)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari (1)
  • ▼  2022 (4)
    • ▼  November (1)
      • Awal mula kehidupan
    • ►  Agustus (1)
      • Pendakian Gunung Pangrango 3019 mdpl - via Cibodas
    • ►  Februari (1)
      • Pendakian Merbabu Via Suwanting
    • ►  Januari (1)
      • Pendakian Gunung Sagara 2132 mdpl
  • ►  2021 (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (3)
  • ►  2017 (15)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (11)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2016 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2015 (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2014 (11)
    • ►  November (1)
    • ►  Juni (10)
  • ►  2013 (7)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2012 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (1)
Diberdayakan oleh Blogger.
  • Beranda
  • My Traveling
  • Days Writing Challenge
  • Ceritanya aku
  • Puisi
  • Opini

Popular Posts

  • Spill Budget Pendakian Rinjani
  • Jadi, kapan nikah?
  • My First Seven Summit ~ Mount Rinjani 3726 mdpl
  • 30 days Social Media Detox

Profil Saya

Assalamu'alaikum warahmatullahi waabarakaatuh. Halo perkenalkan saya mega, selama datang di blog saya yang sederhana ini. Keseharian saya bekerja di bidang laboratorium, dan sempat menjadi content creator di bidang traveling. Untuk saat ini saya hanya menulis untuk diri saya sendiri, dan tulisan saya meliputi perjalanan wisata dan perjalanan kehidupan. Selamat menikmati
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

  • ►  2025 (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2024 (2)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2023 (1)
    • ►  Januari (1)
  • ▼  2022 (4)
    • ▼  November (1)
      • Awal mula kehidupan
    • ►  Agustus (1)
      • Pendakian Gunung Pangrango 3019 mdpl - via Cibodas
    • ►  Februari (1)
      • Pendakian Merbabu Via Suwanting
    • ►  Januari (1)
      • Pendakian Gunung Sagara 2132 mdpl
  • ►  2021 (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2020 (6)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (3)
  • ►  2017 (15)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Mei (11)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2016 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  September (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2015 (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2014 (11)
    • ►  November (1)
    • ►  Juni (10)
  • ►  2013 (7)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (2)
    • ►  Februari (2)
  • ►  2012 (5)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (1)

Designed by OddThemes | Distributed By Gooyaabi